Setelah
perjuangan panjang untuk menyelesaikan pendidikan di Makassar, aku memilih
hijrah ke kota Jakarta untu mengadu nasib. Kenapa jakarta ?? karena jakartalah
tempat petarung sejati berjuang untuk melangsungkan kehidupan masing-masing.
Ada
pepatah mengatakan “ Jakarta lebih kejam dari ibu tiri “,, yah seperti itulah
yang digambarkan tentang pertarungan untuk melanjutkan kehidupan di kota ini. Warna-warni
kehidupan ada di kota ini. Menurut mereka, Jakarta adalah Hutan Rimba tanpa
penguasa, siapa yang kuat dialah yang menjadi pemenangnnya. Namun status
pemenang tak akan abadi dikarenakan setiap waktu semua insan yang ada di kota
ini, berjuang untuk menjadi pemenang. Jadi Jakarta diibaratkan menjadi Hutan
Rimba tanpa ada pemiliknya.
Segala
cara dari yang halal sampai yang tidak halal ada di kota ini. Kehidupan yang
kontra, ada yang sangat kaya tapi juga ada yang sangat miskin.
Tibalah
waktunya untuk saya buktikan, apakah mampu menjadi fighter atau malah balik
jadi pecundang melayu yang hanya bisa meratap. Tak ada satupun manusia manja di
kota ini, sungguh mental petarung sejati yang bisa bertahan di kota ini.
Sebagai orang baru, saya mencoba beradaptasi.
3
bulan terlewatkan, namun pekerjaan yang diharapkan tak kunjung datang. Harapan
dalam doa terus terucap untuk imbangi kegelisahaan hati yang semakin mengganggu
pikiranku. Keuangan pun mulai menipis yang mengharuskan untuk terapkan pola
makan 1X sehari. Tak jadi soal jika harus makan sekali dalam sehari, tapi
tempat penginapan harus tetap dibayar.
Kondisi
ini tanpa sadar membuka mata hatiku, menyadarkanku atas kesulitan mencari
nafkah. Bayangan pun kembali jauh ke masa lalu yang penuh dengan kekhilafan,
sadarkan perilaku tak menghargai segala bentuk jerih payah dan pengorbanan orang
tuaku.
Waktu
terus berjalan, sempat terpikir untuk mengalah dan pulang ke kampung halaman. Tiba-tiba
panggilan pekerjaan pun datang menyapa, dengan hati penuh suka cita diriku
bersujud kepada Yang Kuasa. Berterima kasih atas dibukanya jalan hidup.
Waktu
demi waktu terlewatkan, jakarta telah mengajarkan banyak hal. Jakarta telah
bangunkan aku dari tidurku yang panjang, jakarta telah membentuk mentalku seperti
semula, seperti pribadiku yang masih di bangku sekolah menengah kejuruan (smk).
Aktivitas sebagai pekerja pun berjalan. Jam 3.30 wib sudah persiapkan diri, jam 4.00 wib sudah berangkat ke tempat kerja.. yah kondisi ini harus bisa diterima dan harus menjadi terbiasa, dikarenakan kemacetan jakarta. Awalnya saya sangat kesulitan, namun ini sudah menjadi tuntutan.
Aktivitas sebagai pekerja pun berjalan. Jam 3.30 wib sudah persiapkan diri, jam 4.00 wib sudah berangkat ke tempat kerja.. yah kondisi ini harus bisa diterima dan harus menjadi terbiasa, dikarenakan kemacetan jakarta. Awalnya saya sangat kesulitan, namun ini sudah menjadi tuntutan.
Yang
paling berharga ketika berjuang hidup di kota ini, kedisiplinan waktu. Yah,
disiplin waktu memang tidak semua kita bisa apalagi buat mereka yang selalu
menunda-nunda waktu. Semua berjalan lancar namun aku kembali terjatuh ke dalam
lembah hitam.
No comments:
Post a Comment