Telah berulang kali
mencoba untuk meninggalkan semua memori tentang kisah kasih yang pernah
torehkan luka dan penyesalan terdalam, namun bayangan tentang semua itu masih
terus mengganggu pikiranku. Dan kini, hari ini aku masih di sini, di Manokwari
Papua Barat. Sebuah perjalanan hidup yang tak terbayangkan sebelumnya, bahwa
pada akhirnya aku harus berjibaku berjuang menata kembali kehidupan ini dari
titik awal.
Tak mudah memang
untuk memulai semuanya dengan kehidupan yang baru, apalagi didasarkan pada
penyesalan atas pengorbanan yang tulus demi menjaga sebuah ikatan cinta. Apakah
harus membutuhkan waktu yang sangat panjang, entahlah pribadi ini pun masih
bingung sampai kapan seluruh kisah bersamanya bisa terhapus begitu saja, tanpa
harus terus meratapi dengan kata “menyesal”.
Dalam setiap detik,
aku masih berharap akan hal yang baru yang mampu menghapus secara keseluruhan
kenangan bersama dia. Tapi, sepertinya aku kesulitan, sepertinya aku masih
berputar pada zona luka batin, lantas haruskah aku berteriak agar bisa
mengulangi semua cerita agar bisa menghindari fuckin momentum tersebut ?
Yah, waktu terus
bergulir, tak terasa sudah 6 bulan aku berada di Manokwari, Papua Barat.
Sungguh perjalanan yang jauh, sungguh usaha kembali pada kondisi stabil masih
jauh dari semua ekspektasiku dari awal sebelum memilih untuk ke kota ini.
Tapi inilah
kehidupan yang aku pilih, waktu tak akan bisa diputar kembali. Tinggalah
perjuangan untuk merubah wajah cerita yang akan aku kisahkan nanti. Kejenuhan
pun semakin lama semakin bersahabat dengan diriku, jenuh dengan kondisi kota
ini, jenuh dengan keadaan di kota ini yang terasa begitu datar..
Rasanya pengen
pergi, mencari tempat tujuan yang baru agar bisa melupakan semua penyesalan
tentang pengorbanan yang telah aku berikan demi rasa itu kepadanya. Tapi,
apakah nanti akan berhasil ?? Ahhh,,,,Persetan apa yang dia rasakan sekarang,
persetan dengan ratapan yang dia ratapi jika masih sayang padaku ataupun
sebaliknya tertawa akan keterpurukan yang aku alami ini.
Ekspektasi terbesar
dari kisah hidupku ini telah ku dedikasikan pada kedua orang tuaku tersayang,
tinggal bagaimana caraku menempuh dan menepis segala penyesalan ini. Memang tak
serta merta merah berganti putih, kehidupan tak seinstan proses pembuatan kopi
sashet,,, yah terkadang aku sendiri dilema dengan keadaanku.
Terkadang penyesalan
jauh kembali ke star awal menyandang status mahasiswa rantau di kota Makassar.
Rasanya pengen kembali ke masa itu untuk memperbaiki segala tindak tanduk yang
penuh dengan kemunafikan dan kebusukan…oww itu hanyalah sebuah ilusi, saatnya
mencoba kebalkan rasa.
Masih ada mereka,
teman-teman dari Flores yang ada di Kota Manokwari. Senyum ceria dalam
kesederhanaanlah menjadi tameng ketika gelisah itu menghampiri…… ya,, beginilah hidup. Kemarin tenggelam dalam
kamuflase klasik yang penuh dengan sandiwara, dan harus berenang menggapai
tepian dengan melewati gelombang besar…….